Budaya Jawa Dalam Kemasan Agama Islam

 



Oleh : Bz


Jawa merupakan sebuah wilayah jauh sebelum adanya Nusantara sejak zaman dahulu kala. Mulai dari pra kerajaan-kerajaan Hindu, Islam, datangnya penjajah sampai masa sekarang yang masih melekat dari segi keotentikannya. Namun, dalam hal ini jauh dari masa kerajaan banyak yang menganggap sudah ada agama jauh sebelum pra Hindu-Budha. Jawa terkenal dengan salah satu wilayah yang kental dengan budaya para leluhurnya sehingga memberikan kesan sakral bagi masyarakat Nusantara terutama di Jawa. Bukan hanya itu seluruh wilayah yang ada di Nusantara salah satunya merupakan bagian dari wilayah Jawa, terutama pada masa dimulainya kerajaan-kerajaan yang ada di Nusantara.

Jawa ,merupakan wilayah yang subur dengan dikelilingi berbagai macam bentuk tumbuh-tumbuhan, buah-buahan, lautan dan sungai-sungai. Jawa memiliki berbagai macam sistem norma dan nilai seperti meliputi religi, adat-istiadat, tatakrama, kesenian dan lain-lain. Sejarah dan perkembangan kebudayaan jawa tidak terlepas dari masyarakatnya yang animisme-dinamisme sejak masa pra Hindu-Buddha. Hal ini dapat dibuktikan dengan kekuatan hukum adat sebagai norma yang mengikat sehingga terkadang mengandung ciri khas masyarakatnya bersifat statis-konservatif.

Dalam perkembangannya, kebudayaan Jawa banyak terpengaruh oleh agama Hindu, Buddha, Islam maupun agama-agama lain. Sehingga menimbulkan berbagai bentuk akulturasi budaya dan sinkretisme dengan berbagai macam agama. Budaya jawa juga banyak memberikan pelajaran dengan mengutamakan keseimbangan, keselarasan, dan keserasian dalam kehidupan sehari-hari sebagai bentuk menjunjung tinggi kesopanan dan kesederhanaan. Disisi lain, bukan hanya agama yang mempunyai pengaruh terhadap budaya Jawa, melainkan budaya Jawa juga berpengaruh besar terhadap agama-agama yang ada dengan melakukan penyerapan dan pelestarian sehingga terus berkembang sampai sekarang.

Kemudian, agama Islam termasuk salah satu agama yang berkembang dan menjadi agama mayoritas di Indonesia. Islam juga mempunyai keterikatan dengan budaya Jawa dengan berdasarkan budaya-budaya yang diserap dan kemudian diselaraskan dengan syari’at Islam. Hal inilah menurut Koentjaraningrat disebutb sebagai Islam Kejawen. Suatu keyakinan yang tercampur dan mengandung kesan mistik lalu diakui sebagai agam Islam.

Islam dan Budaya Jawa

Islam sebagai agama rahmatan lil alamin, agama yang mengajarkan cinta terhadap alam semesta dan makhluknya begitu juga dengan budaya Jawa. Istilah Mamayu hayuning bawana dalam falsafah kehidupan Jawa juga diartikan sebagai sebuah pelajaran akan kehidupan yang mewujudkan aroma-aroma keindahan alam. Secara tidak langsung makhluk dan alam bagian yang saling berkaitan penting begitupun dengan agama dan budaya Jawa. Tidak ada agama-agama yang mengajarkan kepada keburukan begitu juga dengan budaya Jawa dalam mewujudkan arti kehidupan.

Dalam persepktif Islam, kebudayaan Jawa dianggap sebagai kekayaan masyarakat Jawa yang harus dijunjung tinggi. Namun, terdapat beberapa tradisi dan budaya Jawa yang bertentangan dengan ajaran Islam dan harus dihindari. Tradisi-tradisi maupun budaya ada yang sejalan dengan Islam dan ada juga yang berbelok arah. Meskipun begitu Islam sangat menghormati budaya Jawa, salah satunya ialah dengan menjadikan budaya jawa sebagai media dakwah maupun pendekatan kepada tuhan yang Maha esa.

Clifford Gertz misalnya, sebagai ahli antropolog ia mengungkapkan bahwa Islam dan budaya Jawa memiliki keterikatan dan saling mempengaruhi. Ia juga menganggap bahwasannya budaya Jawa sebagai suatu sistem Simbolik yang kompleks dan mempunyai makna yang dalam. Kemudian didalam hal ini, tokoh penyebar Islam di Jawa seperti Sunan Kalijaga. Ia menggunakan budaya Jawa sebagai media dakwah dan alhasil banyak dari kalangan masyarakat pribumi Jawa yang antusias dan menerima Islam sebagai agama.

Sebenarnya menurut hemat penulis, persoalan agama Islam dan budaya Jawa terkadang hanya dilihat dari segi bagaimana agama Islam lahir dan bagaimana budaya Jawa berkembang. Pandangan Islam jika hanya menoleh sebatas asbabun nuzul dan wurud pastinya akan menuai kontra dengan budaya Jawa yang hanya dapat diartikan dalam konteks ke-Islamannya saja. Pasalnya jika demikian, masyarakat akan selalu menyalahi peroalan-persoalan diluar syari’at. Dilain sisi, jika ditinjau dari perkembangan zaman yang semakin maju, proses yang serba instan dan praktis, tekhnologi semakin modern dan masyarakat yang semakin dinamis seiring dampak imprealisme barat. Secara tidak langsung, dapat Mengantarkan betapa jenuhnya manusia dalam melestarikan budaya dan akan menjadikan masyarakat yang asing serta kehilangan kapasitas asli budaya yang telah diturunkan oleh nenek moyang bangsa sendiri.

Pandangan hidup orang Jawa memang sangat fundamental. Mereka sudah mengenal tuhan jauh sebelum datangnya agama-agama yang berkembang sampai saat ini. Mereka menerima baik agama-agama yang datang, dikarenakan yang ada pada mereka terkadang mempunyai kharakteristik yang idealistis, cenderung pasrah, dan cinta kasih sayang. Karena bagi mereka “sedaya agami niku sae” (semua agama itu baik). Semenjak Islam datang, bisa dikatakan masyarakat Jawa menganut Islam sinkretis. Islam yang bercampur dengan kepercayaan Jawa kuno dengan memadukan unsur-unsur syari’at dan budaya Jawa. Perpaduan ini diakalangan umat Islam ini tidak selalu dipermasalahkan, sebagaimana diatas keterkaitan keduanya menandakan bahwa Islam dan budaya Jawa tidak bisa terpisahkan.Namun dalam hal ini, kembali lagi kepada seberapa jauh dan baik budaya tersebut diserap oleh agama Islam.

 Geertz juga mengemukakan bahwasannya unsur-unsur masyarakat Jawa sangatlah seimbang dengan perpaduan animisme, Hindu, dan Islam. Suatu sinkretisme dasar yang memunculkan corak khusus masyarakat Jawa yang sesungguhnya. Inilah yang kemudian Gerrtz membaginya ke dalam tiga golongan, yakni priyayi, santri, dan abangan. Ciri khusus pada masyarakat muslim ini, seiring perkembangannya, ketika masyarakat sadar akan agamanya. Mereka terkadang akan secara perlahan meninggalkan sinkretrisme yang merupakan warisan kepercayaan nenek moyang mereka. Meskipun budaya tersebut tetap terpelihara secara baik sampai saat ini dan bahkan dijunjung tinggi. Dengan kata lain, budaya Jawa dapat juga dipengaruhi oleh keberagaman sikap masyarakatnya. Sikap keberagaman tersebut, dapat dicontohkan dengan seberapa jauh mereka sadar, maka mereka akan fokus pada tujuan hidupnya, berbuat baik, mencari kebenaran, dan tuhannya (Koentjaraningrat, 1994).

Faktor lainnya yang berpengaruh besar terhadap budaya Jawa ialah dampak negatif Imprealisme penjajah. Secara sederhana, dampak hegemoni yang terjadi menimbulkan hilangnya budaya-budaya Jawa, dikarenakan bangsa penjajah mulai memperkenalkan budaya-budaya mereka terhadap bangsa pribumi. Lebih dari sekedar itu, hegemoni yang dilakukan oleh bangsa penjajah dimunculkan dengan pola perpindahan cara berpakaian, bentuk bangunan, kendaraan, hingga sampai cara berdialog. Bisa dikatakan, lemahnya budaya karena dimasuki oleh virus hegemoni penjajah dan seakan-akan peradaban yang dicerna haruslah meletakkan hegemoni barat sebagai dasar yang harus dilestarikan sampai saat ini. Selanjutnya….(wallahu a’lam).

 

 

 

 

 

Refrensi

Muhammad Sairi, 2017, Islam Dan Budaya Jawa dalam Persepektif, UIN Syarif Jakarta.

Marzuki, Tradisi Dan Budaya Masyarakat Jawa Dalam Persepektif Islam, UIN Yogyakarta

Emhaf, 2022, Hamka From A to Z, Anak hebat Indonesia Yogyakarta.

Muhammad Awal Pane, Persepektif Hamka Tentang Amar Ma’ruf Nahi Munkar; Telaah Tafsir AL Azhar, UIN Syarif Jakarta.

Dewi Nur Halima, 2020, Islam Dan Budaya Jawa, IAIN Surakarta, https://syariah.uinsaid.ac.id/islam-dan-budaya-jawa/

Muhammad Asyakri Hasbullah, 2021, Pengaruh Budaya Jawa Terhadap Hubungan Indonesia Dan Suriname, UIN Muhammadiyah Yogyakarta.

Aminah Aziz, 2021, Opini Persepektif Nilai-nilai Budaya Lokal Dan Hubungannya Dengan Agama, IAIN ParePare, https://pasca.iainpare.ac.id/2021/03/opini-perspektif-nilai-nilai-budaya.html?m=1

 

 

 

 

Komentar