Oleh:Muhammad Alvin Adam
Pada tanggal 23 bulan Maret 2023
yang bertepatan puasa ramadhan, terciptalah ruang kolektif kecil yang begitu asyik
dan menyenangkan. Adapun untuk berbicara masalah ruang, ruang mempunyai banyak
definisi seperti sebuah wadah yang di dalamnya melakukan kegiatan, atau bahkan
memelihara kelangsungan hidup. Adapun saya sendiri memaknai istilah ruang
adalah untuk melakukan sebuah kegiatan kecil, yakni Ngaji Sejarah. Alasan yang
fenomenal kenapa tercipta ruang ini adalah untuk kawan-kawan yang Gabut, iseng,
bahkan tidak ada kawan buat ngopi bareng kita tampung. Karena ruang ini
bersifat terbuka dan anti otoritarianisme. Kegiatan ruang ini hanya
dilaksanakan satu minggu dua kalipada hari selasa dan hari kami pada sore hari (Senja) yakni Ngaji Sejarah dan kepenulisan.
Kegiatan Ngaji Sejarah ini adalah
suatu kegiatan atau proses yang dilakukan oleh suatu kesadaran kolektif dan
berencana untuk mengajak manusia ke jalan Allah SWT, untuk memperbaiki situasi
kampus yang begitu massif untuk enggan Ngaji-ngaji buku, untuk menjadi lebih
baik dalam rangka mencapai tujuan bersama (kolektif). Gerakan Ngaji-ngaji
seperti ini merupakan sebuah wadah untuk menambah ilmu apapun itu dan
mengembangkan kehidupan yang baik. Ruang ini dalam arti luas dipahami sebagai
upaya merekonstruksi kawan-kawan sesuai dengan Syari’at Islam, yang merupakan
rahmat bagi alam semesta.
Adapun poin penting yang harus
digaris bawahi kenapa saya mengatakan Ruang Senja Rukun Sejarah adalah
kolektif, karena dalam praktiknya ruang ini bersifat terbuka seperti usia,
strata sosial, jenis kelamin, waktu dan tempat penyelenggaraan pun tidak
terikat. Sangat begitu jelas bahwa tradisi yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW
ini adalah tradisi yang sangat kolektif, karena kalau kembali ke dalam konteks
kolektif itu sendiri adalah sekumpulan pribadi yang bekerja sama untuk tujuan
tertentu tanpa adanya hierarki di dalamnya. Sebuah kolektif bisa merupakan
kelompok yang besar maupun kecil, berjalan dalam waktu singkat ataupun lama,
dan bersifat sukarela.
Ngaji Sejarah ini sebagai sarana
untuk menambah literasi dari setiap individu dan melatih kita untuk berfikir
kritis tentang Sejarah atau apapun itu. Ngaji sesungguhnya memiliki basis
tradisi yang kuat yaitu sejak Nabi Muhammad SAW menyiarkan agama Islam di
awal-awal risalah beliau. Dalam sejarah perkembangan Islam, pendidikan Islam
sebagaimana yang telak dilaksanakan oleh Nabi Muhammad SAW adalah merupakan
upaya pembebasan manusia dari belenggu dan kungkungan akidah yang sesat, yang
dianut oleh komunal-komunal Quraisy dan upaya pembebasan manusia dari segala
bentuk penindasan suatu kelompok terhadap kelompok lain yang dipandang rendah
status sosialnya (Egalitarianisme).
Meskipun telah melampaui beberapa fase perubahan zaman, eksistensi dari
Ngaji cukup kuat dengan tetap memelihara nilai luhur moyang yang baik sehingga
mampu bertahan ditengah kompetisi lembaga-lembaga pendidikan yang bersifat
formal.
Di era Post Modern ini memang begitu
massifnya mahasiswa yang enggan mau belajar atau ngaji untuk menambah literasi
apapun itu yang bersifat kolektif. Saya memang menyadari kalau Ngaji itu agak
sulit, maksudnya agak sulit itu untuk dia datang di ruang tersebut. Banyak
alasan-alasan yang sudah basi yang selalu diucapkan dikepala saya. Kalau boleh
jujur saya sudah sangat muak!
Memang
untuk melalukan atau mengimplementasikan ruang-ruang seperti itu harus melalui
kesadaran kolektif, atau membangun kesadaran yang organik. Karena pada dasarnya
banyak dari kalangan mahasiswa yang memilih untuk menjadi panitia dari pada
Ngaji buku. Memang untuk awal mula adalah membaca buku, tidak harus buku
sejarah, dan setelah itu di Ngajikan bersama agar menambah literasi. Memang
kalau rajin baca buku tapi tidak mau mendiskusikan atas apa yang dia baca ya
bahaya, dan lebih bahaya lagi kalau tidak mau baca, takutnya menjadi
intelektual kipas.
Berdasarkan
hasil riset saya adalah banyak ditemukan kendala dalam pembelajaran yang masih
kurang efektif didalam kelas. Kurangnya diterapkan kepercayaan diri mahasiswa
dalam belajar di dalam kelas, terdapat beberapa mahasiswa yang masih merasa
malu dan tidak berani dalam mengemukakan pendapatnya sehingga masih
ter-patronase kepada Dosen. Dan saya menyadari betul masalah terbesar adalah
konflik horizontal antar mahasiswa. Ngaji sejarah ini upaya untuk mengharuskan
mahasiswa untuk saling membantu dalam memecahkan sebuah masalah. Adapun beberapa
masalah dalam pemahaman mahasiswa terhadap pembelajaran yang ada didalam kampus
yang diberikan oleh Dosen. Maka saya sangat sepakat dengan terciptanya
ruang-ruang kolektif seperti Ngaji sejarah ini yang diterapkan untuk dapat
mengasah kemampuan berfikir kritis mahasiswa dalam menghadapi suatu
permasalahan yang ada. Dan kemampuan berfikir yang baik dapat dijadikan sebuah
pegangan awal bagi mahasiswa. Memang berfikir kritis itu perlu karena untuk
mendidik mahasiswa menjadi agen kritis, untuk belajar bagaimana mengambil
resiko, terlibat dalam dialog yang bijaksana, dan mengambil isu penting apa
artinya bertanggung jawab secara sosial.
Disini harapan saya tidak lain
adalah mengajak kawan-kawan untuk Ngaji Sejarah bareng di ruang tersebut.
Karena menurut saya jangan meremehkan ruang-ruang kecil meskipun itu dilaksanakan
dikamar kontrakan. Harapan saya adalah agar kawan-kawan mau untuk datang dan
bergabung di Rukun Sejarah. Merawat setiap usaha dan memperluas gagasan agar
semakin berkembang, menjadikan setiap kalimat sebagai pupuk terbaik untuk
perjalanan kolektif yang terkadang ingin berhenti. Setiap ingatan kembali
menawarkan romantisme pada saat permulaan yang enggan untuk diselesaikan, masih
bertahan dangan segala yang ada, tumbuh mekar dengan segala yang tersisa.
“Sibuk bertahan hidup dan mempertahankan kewarasan” itu kalimat sederhana yang
melukiskan situasi sosial kita saat ini, di dunia yang Naudzubillah ini, tetap
jadi makhluk sadar adalah keistimewaan, sebab banyak musabab yang menjadikan
kita gila.
Wallahu
A’lam Bish-Shawab…
keren dan lanjutkan kawan
BalasHapussesungguhnya literasi adalah tahu isi, bukan tahu bulat yang digoreng dadakan :)
BalasHapusMantab...
BalasHapus