Oleh: Intelektual
Uin Mangli
Ketika di katakan
Agama adalah candu, tentu hal ini telah menyinggung umat beragama di dunia,
khususnya di negara Indonesia yang merupakan salah satu negara yang mempunyai
banyak Agama. Perlu kita ketahui bersama bahwa yang di maksud Agama adalah
candu itu apa menurut Marx. Memang perkataan Marx ini mengenai Agama adalah
candu sangat sensitif untuk dibicarakan, tapi kita harus tau lebih dalam apa
maksud dari perkataan Marx mengenai Agama adalah candu. Jika di artikan secara
sekilas sehingga sering kali perkataan Marx ini mendapat banyak kecaman dari
seluruh umat beragama.
Agama adalah
sebuah sistem kepercayaan yang mempunyai tujuan yang dapat memberikan alasan
dan hukum-hukum agar seluruh seluruh tatanan masyarakat dapat berjalan sesuai
dengan keinginan penguasa (borjuis).
Agama memiliki urusan lebih dari sekedar teologis,
maka dari itu harus kita kaji lebih dalam melalui sisi ekonomi, sosial, dan
juga politik. Pandangan ini muncul ketika Marx melakukan kritik pada kata
pengantar Hegel, yang tercantum pada buku “Critique
of Hegel’s Philosophy of Right” (1843).
Hingar bingar
politik di Indonesia, banyak politikus bahkan penguasa yang membawa-bawa agama
sebagai bemper kiprah politik mereka, terutama islam. Akhir-akhir ini keindahan
agama khususnya islam justru bukan hanya tidak tampak. Tetapi dalam banyak hal
menampakkan kebalikannya. Keindahan islam hanya tampak dalam sila-sila
Pancasila tanpa mewujud dalam kehidupan. Di Indonesia agama seakan-akan seperti
barang dagangan yang laku keras.
Karl Marx (1818-1883) adalah tokoh besar historis materialisme diangap mewakili salah satu
madzab materialisme sehingga madzhabnya di sebut (Marxisme). Di berlin ia menjadi penganut Filsafat Hegel dan menempati bagian utama di antara murid-murid
Hegel. Marx memadukan antara politik dan sosial jadi keseluruhannya dengan
filsafat dan ilmu. Seorang filsuf yang berasal dari Jerman ini, juga menaruh
perhatian terhadap persoalan agama dengan sudut pandang fenomena sosial seperti
halnya kita lihat pada era sekarang ini. Marx dengan perkataannya yang keras
dalam mengkritik agama bahwa “Agama Adalah Candu”.
Pemikiran Kiri dan Pemikiran Marxis sudah barang
tentu, seperti halnya bentuk-bentuk pemikiran lain. Karl Marx, pemikir yang
ikut meletakkan dasar-dasar Marxisme telah lama dikenal memulai proyek
pemikirannya sebagai kritik terhadap dua kutub pemikiran yang bertolak
belakang. Di ujung satu sebagai kritik terhadap bentuk-bentuk pemikiran Kiri
tradisional sampai zamannya yang dikenal sebagai “Sosialisme Utopis”, dan di
ujung lain sebagai kritik terhadap ilmu ekonomi-politik liberal. Pandangan Marx
mengenai logika gerak sejarah masyarakat dan penerapan asas-asas logika sejarah
untuk membedah cara produksi kapitalis (kritik ekonomi-politik) telah lama
diakui dan hingga kini masih menjadi teori dasar kajian-kajian ilmu sosial di
dunia kontemporer.
Seperti bentuk-bentuk pemikiran lain, pemikiran kiri
berawal juga dari sebuah cara pandang tertentu terhadap dunia. Dalam lensa kiri,
dunia terutama dipandang secara kritis,
hasil tanggapan terhadap kondisi-kondisi realitas yang dipandang tidak berjalan
sesuai rel (jalan) ideal-ideal kemanusiaan. Kekerasan, penindasan, dan
ketimpangan hak-hak di dalam jalinan struktur sosial menjadi titik berangkat para
pemikir kiri untuk merumuskan cara pandang dunianya. Sikap kritis ini juga
mengemuka sebagai hasil diterimanya pengutamaan rasio dan penalaran sebagai
ciri hakiki manusia yang melaluinya manusia dapat melakukan penilaian kritis terhadap
keadaan-keadaan yang terberi.
Nalar dan rasio itu pula yang diasumsikan dapat
membantu mengajukan solusi-solusi rasional terhadap keadaan-keadaan tersebut.
Lewat dua ciri utama inilah pemikiran kiri membedakan dirinya dari
tendensi-tendensi lain seperti pemikiran “kaum
pemberontak” yang tidak puas terhadap ralitas sosial namun mengabaikan
fungsi-fungsi rasio dalam penguraian masalah, dan pemikiran para intelektual
yang mengutamakan fungsi-fungsi rasio namun melucuti kemampuan praktis manusia
untuk memperbaharui kondisi-kondisi realitas sosial. Salah satu saksi kombinasi
sikap rasional-kritis dan kepekaan terhadap kondisi-kondisi sosial ini adalah
apa yang dikenal sebagai filsafat Marxis.
Ketika manusia mulai menyadari eksistensinya, maka didalam
hatinya timbul tanda tanya tentang banyak hal, apapun itu. Dewasa ini seseorang
akan mengenyam lebih banyak pengalaman-pengalaman, dengan usaha yang maksimal
dalam keinginan untuk mengetahui hal-hal lain. Banyak keinginan dalam kehidupan
ini yang belum terpenuhi. Pada tahap inilah pikiran manusia mulai memberontak,
bergejolak disertai dengan logika untuk membentuk definisi atau pengertian dan
mengambil kesimpulan tentang adanya Tuhan, Dewa-dewa, Roh, Surga-Neraka dan
lain-lain. Hal tersebut menggambarkan bentuk fitrah manusia kadang muncul pada
permukaan kesadaran untuk merindukan Tuhannya. Agama seperti candu,
menghancurkan, menjerumuskan, serta merusak tatanan kehidupan manusia di muka
bumi dengan janji-janji yang irasional. Agama juga bisa dikatakan sebagai
sumber konflik. Orang-orang hanya ketergantungan dengan agama. Semakin manusia
ter-dogma dengan agama, maka akan semakin gila, itulah kritik Marx terhadap
agama.
Fenomena khalayan manusia di dunia, inilah yang
disebut Marx adalah keluh kesah masyarakat yang tertindas. Hal ini dipertegas
dengan Agama adalah candu. Tetapi masih banyak yang salah mengartikan mengenai
salah satu perkataan Marx ini. Kita harus mengkaji lebih dalam apa yang
dimaksud agama adalah candu ini, sesungguhnya kritik Marx terhadap kapitalisme
menempatkan agama sebagai pembangkit semangat bagi rakyat yang tertindas yang
bertahan didalam penindasan.
Manusia seakan terlena dengan khayalan-khayalan yang
di janjikan agama pada kehidupan akhirat, hikmah-hikmah, dan mistik. Agama, seperti
candu, menghancurkan, menjerumuskan dan merusak tatanan kehidupan manusia di
muka bumi dengan janji-janji yang tidak rasional. Orang-orang yang terpuruk di
dunia nyata, misal dalam hal ekonomi maupun kesejahteraan hidup lainnya, selalu
melarikan diri kepada Agama. Manusia mencari ketenangan dalam agama, seakan
agama memberikan kesejahteraan dan uang yang banyak, padahal tidak. Orang hanya
akan ketergantungan dengan agama. Semakin manusia mengkonsumsi agama, maka akan
semakin gila atau bahkan sudah lebih gila sebelumnya. Itulah yang selama ini di
gunakan oleh Marx. Manusia tidak memperdulikan perihal-perihal materi yang
sudah nyata hadir dalam kehidupan manusia. Agama justru menjauhkan manusia dari
dimensi kemanusiaannya itu sendiri. Ajaran agama tidak sesuai dengan
problematika manusia yang konkrit. Rumusan pada agama sering tidak berpihak
pada kenyataan di dunia sehingga agama menjadi terpisahkan dengan realitas. Akibatnya fenomena pada saat ini seakan manusia lari dari dunia nyata ke dunia
khayalan, inilah yang di sebut oleh Marx agama adalah keluh kesah makhluk yang
tertindas. Marx tidak menjadikan agama sebagai musuh utama dalam
karya-karyanya, inilah yang di maksud oleh Marx dalam perkataannya “agama
adalah candu” maksudnya adalah agama adalah keluh kesah masyarakat yang
tertindas. Agama adalah candu bagi rakyat. Maka rakyat supaya dapat
sungguh-sungguh dapat bahagia, semestinya agama itu di hancurkan. Dalam
memajukan alasan kaum materialisme mengingkari Tuhan, mereka melakukan
teori-teori evolusi bahwa teori itu sendiri yang berevolusi untuk menjadi ini
dan itu, tidak ada pencipta materi itu, menurut mereka, bahwa dalam kekosongan
alam yang maha besar ini sejak asalnya tidak lain adalah materi.
Bukan Tuhan yang menjadikan manusia, melainkan sebaliknya,
yaitu manusia yang menjadikan Tuhan. Kaum yang beriman adalah hasil fantasi
manusia dan bayangan wujud manusia. Teologi adalah antropologi dan Tuhan adalah
impian manusia semata mata. Disini dapat dipahami bahwa tujuan utama dari perjuangan kaum Marxis adalah
melakukan transformasi sistem kehidupan masyarakat dari kapitalisme ke arah
Sosialisme Komunisme, baik pada skala nasional maupun internasional.
Kapitalisme, sebagai sebuah sistem ekonomi politik, dalam pandangan Marxisme,
berwatak menindas, tidak adil, dan tidak manusiawi. Watak beringas dan
eksploitatif dari sistem kapitalisme ini harus dihentikan dan penciptaan
tatanan dunia baru yang manusiawi harus diperjuangkan.
Bahwa tujuan diciptakannya institusi agama adalah
untuk memberikan harapan tentang kehidupan yang indah penuh bunga selepas mati.
Realitas hidup yang penat, sebuah kenyataan bahwa kaum miskin tidak mampu
mendapatkan kebahagiaan ekonomi di jagad raya yang sekarang didiami, memberikan
peluang bagi agama untuk mengatakan bahwa mereka akan menemukan kebahagiaan
sejati di kehidupan kelak, yaitu di alam setelah kematian. Ini memang teks yang
paling pedas dari Marx dalam melukiskan agama. Agama, dalam pandangan ini,
adalah seperangkat ide, dan ide-ide merupakan ekspresi dari realitas material.
Agama merupakan gejala dari suatu penyakit, tetapi bukan penyakit itu sendiri.
Meskipun Marx mengkritik agama dengan sangat pedas, tetapi bukan berarti ia
berkata tanpa simpati. Bagi Marx agama telah berkontribusi memberikan
penghiburan kepada rakyat yang tengah berada dalam kesulitan, seperti seseorang
yang sedang mengalami cidera fisik lalu mendapatkan obat pereda sakit. Tetapi,
masalahnya, obat-obatan pereda sakit itu tidak mampu menyembuhkan, hanya
meredakan. Demikian pula dengan agama, ia tidak mampu memperbaiki penyebab rasa
sakit dan penderitaan rakyat. Agama malah membantu mereka untuk melupakan
mengapa mereka menderita dan mengajaknya untuk melihat kehidupan masa depan
yang imajiner. Untuk memahami filsafat Marxis tentang agama, dan kritik pedas
Marx terhadap agama, kita harus memahami gagasan Marx tentang “alienasi”
(keterasingan). Alienasi adalah proses yang membatasi kesadaran manusia, yang
menahan potensi besar kesadaran manusia untuk memahami realitas hidup yang
sesungguhnya.
Agama menurut Marx merupakan penenang saraf sesaat
bagi rakyat tertindas untuk mengalihkan rasa sakit ketika mendapati dirinya
dieksploitasi, direndahkan dan tidak memiliki apa-apa. Agama menjadi jalan pintas yang tepat untuk
bersembunyi dari kekalahan, bentuk pelarian sesaat dari kepenatan. pandangan
Marx mengenai agama memunculkan dua pokok penilaian yaitu, agama sebagai
tindakan protes yang ilusif, yang berbisik tentang harapan-harapan palsu, yang
mengajak untuk melupakan penindasan dalam kehidupan yang sesungguhnya. Dan yang
selanjutnya adalah, Marx memandang agama sebagai ideologi, sebagai bangunan
suprastruktur yang berusaha mendistorsi dan menutupi realitas sosio-ekonomi di
kehidupan nyata. Bisa dikatakan bahwa agama hanya tergantung penuh pada sistem
sosial dan ekonomi masyarakat, tidak pada yang lain, sehingga banyak
doktrin-doktrin agama yang sama sekali tidak relevan di masa kini. Tetapi, di
sini bukan itu persoalannya, melainkan bagaimana memfungsikan agama sebagai
instrumen dalam perjuangan kelas tertindas, sebab Marxisme tidak menolak
praktek agama apapun, bahkan ketika tatanan masyarakat Sosialis-Komunis sudah
terwujud. Mengingat posisi agama subordinat terhadap ekonomi, dan lahir karena
praktek dari suatu sistem ekonomi dan kepentingan tertentu, maka agama bukanlah
musuh bagi Marxisme. Marx telah menyadarkan orang-orang beragama untuk tidak
pasrah dan menyerah pada nasib yang belum mereka ketahui dengan pasti, agama
jangan hanya di jadikan tempat untuk berdoa dan membangun harapan serta
bermalas-malasan, tetapi penganutnya di tuntut untuk merealisasikan dalam
bentuk kerja-kerja konkrit.
Refrensi :
Masyukur Arif Rahman,
sejarah filsafat barat (Jakarta: DIVA press)cet, iv. Karl Marx dengan
perkataannya “agama adalah candu”
Vice versa (2020). Ayat-ayat Kiri. Indonesia: Viceversabooks.
DR.H.Hamzah ya’kub, filsafat ketuhanan (bandung: PT alma’arif)cet,iv.
Bagus, tapi perlu di perhatikan lagi. Bahwa karl marx telah membuang agamanya untuk mewujudkan materialisme-nya, serta persepsi karl marx mengenai agama adalah candu betul-betul mengkritik dengan keras tentang itu. Tidak hanya itu saja, tetapi intinya kegiatan utopis marx yang telah penulis anggap, perlu di refleksikan ke dalam diri sendiri supaya keguatan marx dapat menjadi alternatif.
BalasHapusTerimakasih tenaga dan pikirannya
BalasHapus