Mencintai Keraguan Phytagorean Ala Al Ghozali


Oleh : Abd. Bais


Menjelang tengah malam, tuhan memberikan peringatan kepada manusia yang enggan untuk mencari wawasan pengetahuan. Misalnya; malam di biarkan tenggelam dengan sewajarnya, sehingga ia bermimpi yang tidak baik dan dosa yang seharusnya tidak di lakukan menjadi terbiasa di lakukan.

Namun dalam menjalani malam tidak semua orang suka terhadap wawasan pengetahuan. Kadang mereka lebih senang dengan scroll tiktok, ig dan media sosial lainnya. Meski media sosial tersebut untuk era ini sudah melekat dan hampir tidak dapat berpisah dengan kita, karena ketika di lihat pada pemuda dan pemudi sekarang, kegiatan tersebut merupakan suatu keniscayaan.

Setiap zaman pasti memiliki kebiasaan dan kharakteristiknya masing-masing. Akan tetapi yang sering di lupakan yaitu mengenai implikasi dari zaman ke zaman, sangat penting untuk di ketahui oleh kalangan muda-mudi supaya hal tersebut dapat memberikan jalan alternativ dalam menanggapi zaman/era sebelumnya dan menghadapi sekarang ini.

Perlunya juga untuk melakukan muhasabah sebelum tidur, seperti mengingat-ingat dan memikirkan perilaku sehari yang telah kita lakukan dengan tiga anjuran(Phytagoras dalam fragmen). Namun, tidak semua orang dapat melakukan refleksi tersebut. Apa lagi muda-mudi sekarang ini yang senangnya urakan (ugal-ugalan tanpa dasar), menjadi orang yang angkuh dan semacamnya. Bukan hanya kepada orang rumah (Keluarga), tetapi kepada kanon islam yang sepatutnya di aplikasikan dengan intens.

Apabila dalam mengaplikasin suatu konsep ideal (refleksi phytagoras), tidak di barengi dengan keteguhan hati dan tanpa isi. Konsep ideal tersebut akan berakibat beralihnya fungsi, dapat di katakan fungsi tersebut menjadi suatu gibah yang mendungukan pikirannya sendiri atau bingung sendiri. Akan tetapi, jika di barengi dengan landasan ilahiah, refleksi yang di lakukan dapat membuat jiwa serupa dengan seorang sufisme, meskipun jauh dari kata sufi. Namun, jika jiwanya sering di uji dengan kesakitan dan ke-ilahiahan; suatu jalan alternatif dapat di temukan dengan mudah, meskipun tidak secara serta merta kemunculannya.

Bukan berarti ketika sudah menjalankan olah ruhaniah, wawasan pengetahuan tidak patut di lakukan. Dari awal sudah di singgung bahwa perlunya untuk memperluas wawasan pengetahun dengan cara membaca-baca, namun tafsiran membaca yang di maksud tidak serupa di era tekstualis dulu. Dalam menafsirkan membaca pada era ini, harus di kontekstualiskan seperti yang sudah tertera dalam beberapa pendapat para mufassir (saussurrean). Bahwa kegiatan membaca dapat di lakukan dimana saja dan apa saja, artinya membaca bukan hanya terhadap kitab-kitab suci, buku dan lembaran-lembaran kertas, akan tetapi membaca dapat di artikan secara universil dan kosmical.

Al Ghazali pun sebagai manusia hebat serta guru spirituil-intelektuil tidak pernah mengawang-awang dalam mengaplikasikan kegiatan membacanya. Namun, sebagai orang yang hebat Al Ghozali dalam menjalankan kegiatan membaca tidak secara serta merta lalu selesai. Artinya dalam kegiatan membaca di haruskan untuk menelisik serta mengkritisi isi dalam bacaan tersebut, supaya tidak gampang termakan oleh proposisi yang dapat menjadikan logical fallacy. 

Dalam refleksi, Al Ghozali pernah di hadapkan oleh suatu problem yang menjadikan beliau nantinya sebagai manusia hebat. Suatu problem tersebut telah membingungkan Al Ghozali dalam menjalankan kegiatan berpikirnya. Seperti yang terdapat dalam sebuah cerita tentang Al-Ghozali yang skeptis ketika menjalankan ibadah sholatnya sehingga membuatnya menjadi seorang yang bertasawuf, namun tidak hanya demikian. Terdapat ihwal paling krusial dalam diskursus tersebut, yakni mengenai skeptisnya Al Ghozali yang nantinya menjadikan beliau sebagai seorang ulama besar.

Demikian patut di contoh oleh kalangan muslimin, supaya tidak gampang  terdistorsi oleh proposisi yang menyesatkan. Sebagai seorang ulama muslim pada era skolastik, beliau juga banyak membuat karya-karya monumenalnya seperti; ihya ulumiddin, tahafut al falasifah, bidayatul hidayah dan lain-lain.  Serta masih banyak yang belum di cantumkan, namun beberapa karya tersebut merupakan karya yang sudah tidak asing bagi komunal santri dan para terpelajar. 

Komentar

  1. Tinggalkan komentar yang positif dan jangan lupa kritikan dan saran, terima kasih

    BalasHapus
  2. Perlu di perhatikan oleh penulis, bahwa dalam menjadikan tokoh sebagai instrumen dan metode analisis terhadap tokoh lain, di harapkan untuk menjelaskan sosio historis peristiwa yang di hadapi oleh tokoh sebelumnya. Supaya gambpang dan mengerti, sosio politik yang di jalani oleh phytagoras.

    BalasHapus

Posting Komentar

Tinggalkan pesan komentar positif