PERISTIWA ARBITRASE SEBAGAI AWAL MULA PERPECAHAN



 Oleh : Penulis Pucuk Baca (ABD)

Sebelum terjadinya arbitrase/tahkim, sayyidina Ali sebagai pemimpin terakhir umat islam yang memakai sistem persetujuan rakyat muslim, meskipun tidak semua muslim menyetujuinya. Tidak sedikit pergolakan yang di hadapi olehnya (Ali), di dalam buku (histori of the arabs) ketika kepemimpinan Ali yang tidak lagi melakukan ekspansi secara besar-besaran seperti kepemimpinan Umar dan pertarungan yang di hadapi oleh Ali bukan lagi dengan orang luar. Serta di katakan dalam buku tersebut bahwa setelah kepemimpinan Umar, perluasan islam sudah mulai terhalang oleh peperang dengan saudara-saudara muslim lainnya seperti perang jamal dengan Aisyah dan perang shiffin dengan Muawiyyah.

Pada perang pertama antara Ali dan Aisyah sudah banyak dalam beberapa literatur yang menjelaskan bahwa perang tersebut atas ulah hasutan dari seorang sahabat dan di mungkinkan juga karena sebuah tuduhan kepada Aisyah, tuduhan tersebut berbunyi bahwa Aisyah telah melakukan hubungan intim dengan seorang budak. Dari proposisi demikian, Aisyah sebagai wanita hebat dan juga penantang atas kepemimpinan Ustman mengajak Ali untuk melakukan pertempuran untuk menuntut hak-nya sebagai oposisi. Meskipun nantinya perang tersebut di menangkan oleh Ali, namun Ali tidak menyakiti sedikit-pun terhadap Aisyah yang sudah kalah.

Setelah peperangan antara Aisyah dan Ali selesai, terjadi sebuah konflik lagi antara Ali dan Muawiyah. Dan konflik tersebut penyebab peperangan kedua di mulai, sekaligus penyebab atas terpecahnya umat islam. Di dalam buku (arbitrase menjadi penyebab terbentuknya sekte islam) menjelaskan peperangan antara Ali dan Muawiyah, perang tersebut di lakukan pada siang hari di sebelah bukit shiffin yang nantinya perang tersebut di juluki perang shiffin. Dengan masing-masing tentara dari golongan Ali sebanyak 50.000 pasukan dan dari golongan muawiyah ±70.000 pasukan.

Namun sebelum terjadinya perang, Ali sudah memberikan opsi kepada Muawiyyah untuk melakukan perundingan saja, namun di tolak oleh Muawiyyah hingga tiga kali dan ketiganya tersebut Ali dengan hati yang tidak biasa akhirnya menyetujui perang shiffin tersebut. Dalam peperangan yang tidak biasa, pihak Ali mengalami kemenangan telak terhadap Muawiyyah. Akan tetapi, sebelum akhirnya Muawiyyah tumbang seluruhnya atau sebagian dari tentara Muawiyyah masih hidup, terdapat salah seorang sahabat yang meminta dengan secara serta merta di ruang peperangan tersebut untuk di adakan perundingan saja. Sebagian pihak Ali menyetujui perundingan tersebut, sedangkan perang sudah hampir di menangkan Ali, namun atas ke teguhan hati Ali akhirnya perang pun di selesaikan.

Setelah berakhirnya perang shiffin, timbullah tahkim yang di setujui pada waktu perang oleh kedua belah pihak. Namun ketika pelaksanaan tahkim, pihak dari Ali yang menyetujui akan hal tersebut enggan untuk mengikuti Ali dan malah menjadi pembelot terhadap Ali. Pada waktu tahkim di laksakan di dalam kitab karangan K.H hasyim asy'ari yang telah di terjemahkan, pihak Ali mengutus seorang ahli spiritual yaitu Abu Musa Al-Asy'ari beserta tentara-tentaranya. Namun dalam buku (Arbitrase menjadi penyebab terjadinya sekte islam) bahwa sebelumnya Ali menawarkan beberapa orang sahabat untuk di jadikan pemimpin tahkim, tapi beberapa tentara tidak menyetujuinya karena Abu Musa Al-Asy'ari yang lebih di kenal dan berpengaruh di dalam tentara itu.

Dari Muawiyyah mengutus seorang politikus ulung yaitu Amr bin Ash, sahabat yang lebih muda dari pada Abu Musa Al-Asy'ari. Dalam tahkim tersebut pihak Ali yang di pimpin oleh Abu Musa Al-Asy'ari di persilahkan terlebih dahulu untuk mengutarakan kebijakannya, akan tetapi dalam penyampaian kebijakan tersebut pihak Ali terkecoh oleh keulungan Amr bin Ash. Sehingga tahkim di menangkan oleh Amr bin Ash, namun Ali tetap tidak setuju atas kebijakan yang di lakukan oleh kedua pihak tersebut. Karena hanya menguntukan pihak Muawiyyah, Ali menolak dan tetap kukuh untuk menjadi pemimpin.

Dari peristiwa-peristiwa tersebut, akhirnya timbul beberapa aliran/sekte dalam islam, namun sebuah riwayat telah menyinggung terpecahnya islam menjadi 73 golongan. Seperti syi'ah sebagai pengikut setia Sayyidina Ali dan nantinya bakal terbentuk sub-sub Syi'ah, murjiah sebagai orang yang tidak mengikuti Ali dan Tidak menolak Ali berada di tengah-tengah atau netral dan khawarij sebagai penentang keras terhadap Ali, karena Ali telah mengambil hukum yang seharusnya tidak di lakukan atau hukum tersebut merupakan (la hukma illa allah).

Ada sedikit peristiwa yang menarik tentang khawarij, yaitu sebagai orang yang sering mengkafir-kafirkan dan menghalalkan darah orang munafik atau islam yang tidak menjalankan islam murni halal darahnya di cecerkan. Ketika pemikiran khawarij di jadikan sebagai sudut pandang atas pertistiwa penindasan orang-orang islam sebelum kemerdekaan, sebagian islam elit atau autokrasi yang di jadikan setir oleh orang belanda untuk menindas orang-orang kecil islam maupun bukan islam bisa di katakan orang islam elit tersebut sebagai seorang munafik dan halal darahnya di cecerkan. Akan tetapi di dalam sebuah riwayat juga mengatakan bahwa sudut pandang khawarij terhadap penindas islam kecil dapat di salahkan, karena orang islam yang munafik masih bisa di alihkan untuk menjadi islam yang murni.

Akan tetapi penindasan yang terjadi pada orang-orang islam kecil, petut untuk di lawan dan di musnahkan. Seperti yang di lakukan oleh H. Misbach, seorang islam kiri yang menantang keras adanya penindasan dengan melalui tulisan-tulisan dan pengerahan kepada rakyat islam kecil, kembali lagi ke sahabat. Sehingga banyak yang perlu di jadikan renungan serta refleksi dari kisah seorang sahabat tersebut, bahwa peperangan antara sahabat yang menginspirasi umat islam sekarang ini lalu terpecah belah dan saling mengklaim kebenaran, yang sesungguhnya kebenaran sejati hanya ada pada tuhan pencipta semesta dan penyebab segala sesuatu.

Komentar

Posting Komentar

Tinggalkan pesan komentar positif