Oleh : Muhammad Miftakhul Khoiri Hamdan Habibi
Dalam sejarahnya, berdirinya Dinasti Abbsiyah tentu tidak
akan pernah bisa dilepaskan dari runtuhnya Imperial Umayyah. Kemunduruan
Dinasti Umayyah ditandai dengan bobroknya para pemimpin yakni empat pengganti
khalifah setelah Mu’awiyah dan Abd Malik, tak terkecuali khalifah Marwan yang
kurang cakap atau bahkan bisa dikatakan kurang bermoral. Bahkan Yazid I lebih
suka berburu, pesta, minum, tenggalm dalam alunan musik dan puisi ketimbang
membaca teks Al-Qur’an atau mengurus persoalan politik negara. Maraknya sikap
yang kurang pantas jika dicanangkan kepada seorang khalifah, berfoya-foya dalam
kemewahan, menimbun kekayaan menjadi fenomena yang umum kala itu. Yazid III
(744M), merupakan keluarga khalifah yang tidak lagi murni berdarah Arab, yakni
khalifah pertama yang lahir dari seorang budak.
Sepeninggalan khalifah Hisyam Bin Abdul Malik ( 742 M),
yang kemudian tahta kekhalifahan diduduki oleh Walid Bin Yazid Bin Abdul Malik
yang dikenal sebagai khalifah yang menuruti hawa nafsu dan tindakan-tindakan
yang tidak pantas, sehingga banyak masyarakat yang jengkel atas sikap beliau.
Dijelaskan dalam buku Imam Al-Suyuthi, ia merupakan khalifah yang fasik,
peminum khamar, dan banyak merusak aturan-aturan Allah SWT. Karena kejengkelan
itulah kemudian masyarakat secara diam-diam membaiat sepupunya Yazid Bin Walid
yang dikenal shalih dengan harapan kondisi kemrosotan dan melemahnya pemerintahan
kembali pulih. Tetapi ternyata permasalahan tersebut tidak juga terselesaikan.
Gejolak pemberontakan terjadi dimana-mana dan kondisi masyarakat terlebih
orang-orang Hism porak-porandakan. Disusul dengan pemberontakan penduduk
Palestina dan juga konflik antara Qaisiyyah dan Yamaniyah terutama di Khurasan.
Momen ini yang kemudian membuat Bani Abbas memanfaatkan
situasi dan bergabung dengan pendukung Ali dengan menekan hak keluarga Hasyim.
Dengan kondisi masyarakat yang terbilang kecewa dengan perpolitikan Umayyah,
Bani Abbas datang sebagai pembela sejati agama dan memposisikan sebagai
pemimpin anti Umayyah. Pengkudetaan ini dipelopori oleh Muhammad Bin Ali
Abdullah Bin Al-Abbas yang juga sekaligus sebagai penyeru utama pembentukan
pemerintahan Bani Abbas. Bani Abbas menuntut kepemimpinan Islam ada ditangan
mereka, karena dirasa keluarga mereka lebih dekat dengan keluarga Nabi
Muhammad. Pada dasarnya tuntutan ini sudah muncul ketika Rasulullah wafat,
tetapi tuntutan ini mulai memanas ketika Bani Umayyah naik tahta dengan
mengalahkan khalifah Ali Bin Abi Thalib.
Pada dasarnya, salah satu penyebab berdirinya Dinasti
Abbasiyah atas pengaruh dari penyalahgunaan otoritas pemimpin masa Umayyah yang
terbilang melceng dari moralitas Islam yang berlaku. Artinya
banyak pemimpin yang bersikap diluar moral layaknya seorang khalifah Islam.
Gerakan bawah tanah yang dilakukn oleh Muhammad Bin Ali Al-Abbas menjadi satu
bentuk sikap untuk menghancurkan Dinasti Umayyah, diantaranya: Pertama,
menyuarakan propaganda untuk menghasut rakyat melakukan perlawanan terhadap
kekuasaan Umayyah. Kedua, membentuk
faksi-faksi hamimmah, faksi Kufah, dan faksi Khurasan. Ketiga,
ide tentang persamaan antara orang Arab dan non-Arab.
Gerakan-gerakan
tersebut dilakukan secara rahasia dan disebarkan keseluruh penjuru pelosok
negara yang bertujuan untuk mendapatkan pengikut yang banyak, terutama dari
golongan yang merasa tertidas atas kebijakan pemerintah Umayyah. Pada tahun 446 M gerakan ini mendirikan pemerintahan Bani
Abbasiyah yang dipimpin oleh Muhammad Bin Ali Al-Abas. Setelah Muhammad
meninggal kemudian dilanjutkan oleh anaknya yang bernama Ibrahim yang sekaligus
salah seorang pemuda Persia yang gagah, berani dan cerdas bernama Abu Muslim
alKhurasani bergabung dalam gerakan bawah tanah ini. Semenjak itulah gerakan
ini mulai menampakan di muka publik sebagai bukti pertentangan terhadap
pemerintahan Umayyah. Namun khalifah Marwan kemudian menangkap Ibrahim lalu
membunuhnya. Pasca itu kepemimpinan dilanjutkan oleh Abu Abbas Al-Saffah selaku
saudara Ibrahim. Pada tahun 749 M, ia berhasil mengalahkan pasukan Marwan Bin
Muhamad di Sungai Zab. Dengan ditandainya terbunuhnya khalifah Marwan di
Fusthath, Mesir sebagai khalifah terakhir maka runtuhnya masa pemerintahan
Dinasti Umayyah.
Masa Awal Kepemimpinan Dinasti
Abbasiyah
Diawal kepemimpinan Dinasti Abbasiyah terjadi banyak
sekali peristiwa perpecahan perebuan kekuasaan. Mulai dari
Al-Mansur dan Abu Muslim yang mencoba merebut tahta kekuasaan dari Abu Abbas
As-Saffah. Kemudian pada masa kepemimpinan Al-Mansur, ia mencoba membunuh teman
seperjuangan dalam merebut tahta dari khalifah sebelumnya yakni, Abu Muslim.
Gerakan Ruwandiyyah yang merupakan sekte yang berkeyakinan bahwa Abu Ja’far
Al-Mansur adalah tuhan yang memberi rezeki, makanan dan minuman. Dengan
terang-terangan mereka menampakan keyakinan tersebut. Sikap Al-Mansur melihat
gerakan Ruwandiyyah membuatnya geram dan memenjarakanya. Tidak berhenti sampai disini, peristiwa lain juga
adakaitanya dengan pengikut Ali yakni golongan Syiah. Abu Ja’far Al-Mansur
sebagai khalifah Dinasti Abbasiyah kala itu sangat hati-hati terhadap gerakan
ini. Karena dia takut akan gerakan yang mencoba memberontak dan melawan
kepemimpinan Abu Ja’far Al-Mansur.
Abu Ja’far Al-Mansur pada masa kepemimpinanya, ia
memindahkan pusat pemerintahan Dinasti Abbas ke kota Baghdad atau Zaura. Kota
tersebut terletak ditepi barat Sungai Dajlah dan timur Sungai Eufrat. Secara
goegrafis wilayah ini cukup strategis karena berada di antara dua sungai besar
yang dilewati jalur perdagangan dari luar daerah. Wilayah Baghdad juga
tergolong mempunyai tanah yang subur dan udara yang sangat lembut. Dalam segi
pertahanan, sisi kota Baghdad juga terbilang cukup strategis. Dengan adanya dua
sungai tersebut, maka musuh akan kesulitan untuk menjangkau pusat kota
pemerintahan Dinasti Abbasiyah.
Adapun desain kota Baghdad pada masa Dinasti Abbasiyah
terbilang cukup luar biasah. Abu Ja’far membangun kota berbentuk melingkar
dengan pusat pemerintahan berada ditengahtengah kota. Dia
membangun pusat istananya di samping sebuah Masjid yang bernama Masjid AlMansur
(Jami’ Al-Mansur). Kemudian dipinggiranya dibangun kantor dewan pemerintahan
dan rumah-rumah keluarganya yang mengelilingi pusat istana. Diluar itu dibangun
dua benteng untuk melindungi pusat pemerintahan dan diantara dua benteng
tersebut terdapat sebuah tempat bagi orang-orang dan para pekerja biasah yang
juga terdapat pasar dan pemikiman masyarakat. Seusai membangun benteng kedua
dia membangun benteng ketiga yang dipisahkan dari benteng kedua dengan medan
yang luas. Dia menggali parit di sekitar luar benteng ketiga. Di antara
tepi-tepi istana yang empat ada jalan-jalan yang memiliki pintu dan terbentang
menuju ketiga benteng. Ada pintu Syam,
pintu Khurasan, pintu Bashrah, dan pintu Kufah. Khalihh bisa memantau seluruh
jalan tersebut dan segala yang terjadi di dalamnya dari istananya. Jalan-jalan
tersebut membentangkan ke istana dan masjid.
Perkembangan
Politik Pada Masa Khalifah Abu Ja’far Al-
Perkembangan kemajuan politik pemerintahan Dinasti
Abbasiyah sangat terlihat di awal periodenya. Hal ini karena
dipengaruhi oleh masuknya orang-orang Persia ke dalam pemerintahan Dinasti
Abbasiyah. Masuknya orang Persia ke dalam jajaran pemerintahan Abbasiyah tidak
dapat dipungkiri, Karena mereka juga berkontribusi banyak dalam mewujudkan
eksistensi berdirinya Dinasti Abbasiyah. Disamping “politik balas budi”,
masuknya orang-orang Persia kedalam jajaran penting pemerintahan Dinasti
Abbasiyah dimungkinkan karena Dinasti Abbasiyah lebih mengedepankan praktik
“politik terbuka”. Sangat berbeda dengan yang dipraktikan pada masa Dinasti
Umayyah yang lebih bersifat Arab-Sentris. Pada awalnya pusat pemerintahan
Dinasti Abbasiyah terdapat di Al-Hasyimiah dekat dengan Kuffah. Akan tetapi
untuk menjaga kestabilan Negara, khalifah Al-Mansur memindahkan ibu kota yakni
pusat pemerintahanya ke Baghdad. Secara geografis, Wilayah ini tepat
ditengah-tengah bangsa Persia. Dimungkinkan ini juga menjadi salah satu alasan
masuknya budaya politik Persia ke dalam pemerintaha Dinasti Abbasiyah.
Semasa
khalifah Al-Mansur, perkembangan politik pemerintahan Dinasti Abbasiyah cukup
pesat. Di ibu kota yang baru, khalifah Al-Mansur mengadakan konsolidasi dan
penertiban pemerintahan yang kemudian mengangkat sejumlah personil untuk
menduduki jabatan dilembaga eksekutif dan yudikatif. Dalam menjalankan tugasnya
sebagai khalifah, ia membenahi angkatan bersenjata, membentuk lembaga protokol
negara dan mengangkat hakim dilembaga kehakiman negara. Khalifah Al-Mansur pada
waktu itu juga mengangkat Wazir ( perdana mentri) sebagai kordinator
departemen, atau yang jabatanya disebut dengan wizarat, yang dimana Wizarat itu
dibagi menjadi dua: pertama, Wizarat Tanfiz (sistem pemerintahan presidentil)
yakni wazir hanya sebagai pembantu khalifah dan bekerja atas anama khalifah.
Kedua, Wizaratut tafwidl (parlemen kabinet) yaitu wazir berjusa oenuh untuk memimpin
pemerintahan. Sedangkan khalifah sebagai lambang saja. Kemudian dalam sektor
tata usaha, Al-Mansur membentuk dewan bernama Diwanul kitabah (sekretaris
negara) yang dipimpin oleh seorang Raisul Kuttab (sekretaris negara). Dan dalam
menjalankan pemerintahan negara wazir dibantu beberapa Raisul diwan ( mentri
departemen-departemen).
Pada zaman al-Manshur, konsep kekhalifahan
berkembang sebagai sistem politik. Menurut pandangan para pemimpin Bani
Abbasiyah, kedaulatan yang ada pada pemerintahan (Khalifah) adalah berasal dari
Allah, bukan dari rakyat sebagaimana diaplikasikan oleh Abu Bakar dan Umar pada
zaman khalifahurrasyidin. Hal ini dapat dilihat dengan perkataan Khalifah
Al-Mansur “Saya adalah sultan Tuhan diatas buminya”. Di samping itu, berbeda dari
daulat Bani Umayyah, khalifah-khalifah Abbasiyah memakai gelar tahta, seperti
al-Manshur adalah gelar tahta dari Abu Ja‘far.
Refrensi
:
Yusuf,(20`3), Dinasti Abbasiyah, terjm. Arif Munandar, ( Jakarta: Pustaka
Al-Kautsar)
Al-Suyuthi, (2011),
Tarikh Khulafa’, terjm. Samson Rahman, Tarikh Khulafa’: Sejarah Para Penguasa
Islam ( Jakarta: Pustaka Al-Kautsar)
Ahmad Al-Usairy,(2012), Al-Tarikh Al-Islami, ter. Samson
Rahman, Sejarah Islam ,( Jakarta: Akbar Media)
Komentar
Posting Komentar
Tinggalkan pesan komentar positif