Sejarah Candi Purwo Banyuwangi

 




Oleh: Muhammad Alvin Adam


 Candi Purwo adalah salah satu situs peninggalan nenek moyang yang sangat disakralkan sampai sekarang. Candi Purwo ini adalah termasuk satu peninggalan dari banyaknya situs atau peninggalan yang berada di Alas Purwo. Candi Purwo ini masih berada di dalam kawasan hutan belantara Alas Purwo, khususnya di kawasan hutan bakau. Lebih tepatnya lokasi Candi Purwo ini di wilayah pesisir Teluk Pangpang.

 Akses jalan untuk menuju ke Situs Candi Purwo ini cukup sulit dan sangat menantang, akan tetapi di setiap perjalanan kalian akan disuguhkan pemandangan yang indah dan cantik. Kelelahan ketika melakukan perjalanan menuju Candi Purwo akan terbayar ketika sudah sampai ke lokasi Candi Purwo. Candi Purwo sendiri sangat terpencil lokasinya dari pemukiman penduduk. Perlu diketahui bahwa, Candi Purwo ini bukanlah Candi yang berusia ratusan tahun atau bahkan ribuan tahun, melainkan baru didirikan pada tahun 1996 M.

 Menurut cerita tutur masyarakat, sikap Candi Purwo ini adalah atas inisiatif dari umat Hindu di wilayah sekitar Candi atau umat Hindu dari Kecamatan Tegaldlimo sendiri dan juga atas donasi dari umat Hindu Bali. Ihwal pembahasan Candi Purwo itu sendiri adalah atas ilham atau petunjuk dari salah satu Pemangku adat yang berasal dari Bali.

 Konon, Candi Purwo ini ada kaitannya dengan Kerajaan adidaya yakni Kerajaan Majapahit. Pada saat itu sebelum di bangun Candi Purwo yang berfungsi untuk peribadatan umat Hindu dan Kejawen. Pemangku adat dari Bali yang bernama I Wayan Sucita mendapatkan ilham, petunjuk gaib untuk mendatangi hutan mangrove tersebut. Dan kemudian terdapat suatu pulau kecil yang menurut masyarakat sekitar terkenal sangat angker.

 Pulau kecil itulah yang kini dijadikan sebagai tempat ritual-ritual keagamaan umat Hindu dan Kejawen, yang dinamakan Candi Purwo. Konon, Candi Purwo ini juga merupakan tempat perpisahan antara salah satu Raja Kerajaan Majapahit yakni Prabu Brawijaya V dengan abdi setianya, yakni Sabdo Palon.

 Kisah Perpisahan antara Raja Kerajaan Majapahit (Prabu Brawijaya V) dan Sabdo Palon konon terjadi pada saat masa keruntuhan Kerajaan Majapahit. Konon, pada saat itu ketika Kerajaan Majapahit runtuh Prabu Brawijaya V ke arah Blambangan (Alas Purwo). Menurut cerita tutur masyarakat, konon sang Prabu Brawijaya V dan Sabdo Palon (abdi setianya) tersebut lari manuju kawasan hutan Alas Purwo lebih tepatnya di hutan mangrove (lokasi Candi Purwo).

 Di tempat inilah (Candi Purwo) Prabu Brawijaya V dan Sabdo Palon terlibat diskusi terakhir sampai perdebatan yang sangat serius. Akhirnya Prabu Brawijaya V memutuskan untuk pindah dan pergi ke daerah Gunung Lawu dan bergelar dengan sebutan Sunan Lawu. Sedangkan untuk Sabdo Palon sendiri memutuskan untuk tetap berada di tempat ini dan setia dengan ajaran leluhurnya. Akhirnya, Sabdo Palon dikabarkan moksa atau menghilang di tempat ini menuju alam nirwana dan niskala.

 Lokasi Candi Purwo inilah yang menjadi saksi bisu pertemuan antara Raja Majapahit (Prabu Brawijaya V) dengan sang abdi terdekatnya, Sabdo Palon. Sebelum dibangun Candi, tempat ini terdapat sebuah pohon kelampis ireng. Nama Candi Purwo ini juga memiliki makna yang sangat mendalam. Harapannya, masyarakat atau orang-orang tetap ingat dengan Kawitan atau sejarah. Candi juga bisa dikatakan sebagai simbol kebesaran Nusantara dengan kebhinekaan.

Konon, di sela-sela perbincangan Raja Majapahit (Prabu Brawijaya V) dan Sabdo Palon berjanji untuk kembali ke tempat itu lima ratus tahun kemudian, tepatnya pada purnama ketiga. Kedatangan itu ditandai dengan tumbuhnya pohon berduri yang berwarna hitam atau dikenal dengan pohon kelampis ireng. Pohon kelampis ireng itu sebenarnya tongkat dari Bathara Guru, setelah lima ratus tahun titah leluhur tersebut mulai menunjukkan kebenaran.

Adapun juga untuk mengenai bangunan Candi, Candi Purwo ini bangunannya terdapat perbaduan khas Jawa dan Hindu Bali. Namun, Candi Purwo ini dominan khas Jawa terutama sangat mirip dari peninggalan di era Kerajaan Majapahit. Candi Purwo sendiri menghadap ke arah timur arah matahari terbit. Ini sebagai simbol Kawitan atau Pertama.

 Pada bulan-bulan atau hari-hari tertentu banyak orang-orang yang datang dan menginap di Candi Purwo ini, beberapa juga banyak yang dari luar daerah, salah satunya dari Bali. Banyak sekali orang-orang yang melakukan ritual keagamaan di Candi Purwo ini dan kebanyakan dari umat Hindu Bali dan Kejawen.

 Candi Purwo ini memang tempatnya sangat indah bagi yang suka berpetualang. Candi Purwo ini sangat cocok untuk sekedar mencari ketenangan, mencari pengalaman dan apapun itu asal baik. Candi Purwo ini tempatnya sangat hening, sepi, jauh dari hiruk pikuk masyarakat. Memang saya menyadari betul tempat-tempat di Alas Purwo yang terpencil atau bisa dikatakan tidak ada jalan, itu malah yang sering dikunjungi oleh orang-orang yang suka berpetualang, kalau bahasa sekarangnya yakni “semakin tersembunyi semakin dicari” dan itu hanya ada di Alas Purwo.

 Konon, Candi Purwo sendiri memiliki sejarah yang panjang dalam peradaban umat manusia di Bumi Blambangan khususnya. Menurut salah satu tokoh agama masyarakat sekitar, beliau mengatakan “Candi Purwo yang di beri nama Pura Agung Candi Purwo itu pada 11 September 2011 diadakan ritual Melaspas. Ritual Melaspas yakni upacara pembersihan dan pencucian bangunan. Dalam upacara Melaspas itu kita tandai sebagai tonggak sejarah kembalinya Sabdo Palon ke Tanah Jawa”.

 Candi Purwo ini berfungsi sebagai stana suci leluhur Kerajaan Majapahit yang telah mempersatukan Nusantara. Oleh karena itu, Candi Purwo ini dapat dijadikan tempat penghormatan leluhur Kerajaan Majapahit sesuai dengan pesan sang Prabu Brawijaya V sebagai tonggak kembalinya Nusantara.

 Candi Purwo merupakan wujud dari roh leluhur Kerajaan Majapahit pada era Postmodern ini kita sebagai umat manusia yang diberi akal sehat harus bangun kerukunan hidup berbangsa dalam keberagaman. Candi Purwo sendiri sebagai perwujudan dari Bangsa Indonesia sebagai bangsa yang besar dan berkembang, memelihara warisan budaya adiluhung. Kita harus menghormati leluhur kita sebagai pendahulu bangsa, dimana bangsa yang baik adalah senantiasa menghormati sejarah para leluhur. Setidaknya dengan cara peduli dan merawat terhadap sejarah ban

gsanya sendiri.


Komentar