Oleh: Muhammad Alvin Adam
Kabupaten Lumajang memang salah satu kota yang berada di kawasan Jawa Timur dengan banyak menyuguhkan tempat-tempat yang menarik untuk kita kunjungi mulai dari pesona alamnya yang tidak ada tandingannya. Di balik pesona alamnya yang cantik, Kabupaten Lumajang memiliki potensi tersembunyi. Potensi itu adalah warisan sejarah dan budaya peninggalan-peninggalan kuno yang memiliki banyak nilai-nilai historis dan makna yang tersembunyi. Peninggalan-peninggalan kuno yang ada di Kabupaten Lumajang mulai dari era Megalitikum sampai Kolonialisme masih ada, salah satunya yakni peninggalan pada zaman klasik yakni pada era Kerajaan Lamajang Tigang Juru dengan situs peninggalan berupa bangunan benteng dari era kerajaan klasik yang masih ada dengan menandakan bahwa dahulunya pernah ada sebuah peradaban maju yang berada di Kabupaten Lumajang.
Kerajaan Lamajang Tigang Juru adalah salah satu peninggalan nenek moyang kita yang begitu tampak dari peradaban modern pada saat ini yaitu salah satunya adalah sebuah bangunan berupa benteng yang bernama Situs Biting yang berlokasi di Kabupaten Lumajang Jawa Timur.
Situs Biting ini adalah dulunya sebuah kawasan dari ibu kota Kerajaan Lamajang Tigang Juru yang di pimpin oleh Sri Prabu Arya Wiraraja. Lokasi ini (Situs Biting) yang dikelilingi oleh benteng pertahanan pada kala itu. Arya Wiraraja atau nama lainnya adalah Banyak Wide adalah nama seorang tokoh Jawa pemimpin pada abad ke-13 Masehi di Jawa dan Madura. Arya Wiraraja adalah penasehat di kerajaan Singasari dan sekaligus saudara sepupu dari Kertanegara. Yang banyak diketahui dari Arya Wiraraja adalah bahwa Arya Wiraraja ini adalah raja pertama di kerajaan Lamajang Tigang Juru.
Situs Biting yang berada di Dusun Biting, Desa Kutorenon, Kabupaten Lumajang ini merupakan peninggalan dari Kerajaan Majapahit. Keberadaan Situs Biting ini yang secara arkeologis sudah mengasihkan data-data artefak yang begitu banyak, akan tetapi tingkat validitas referensinya masih belum tinggi.
Prasasti Mula Malurung yang juga pernah menyebutkan bahwa salah satu seorang putri Nararya Seminingrat gelar abhiseka Sri Prabu Seminingrat Jayawisnuwardhana yang bernama Nararya Kirana yang dirajakan di Kerajaan Lamajang Tigang Juru menunjuk pada kebenaran dengan tergalinya Situs Biting yang merupakan bekas reruntuhan benteng dari sebuah kerajaan besar. Adapun juga sumber kronik yaitu Kitab Negarakretagama yang ditulis oleh Mpu Prapanca juga menyebutkan bahwa ibu kota Lumajang dengan sebutan Arnon-Renon maupun sebutan Lamajang Tigang Juru. Oleh karena itu Situs Biting Lumajang ini disebutkan sebagai sebuah situs arkeologis peninggalan Kerajaan Lamajang yang terbesar kurang lebih mencapai 135 hektare.
Hasil dari penelitian arkeologi Situs Biting Lumajang ini sangat menunjukkan bahwa dulunya merupakan benteng dan sekaligus terdapat pemukinan yang juga berkaitan erat dengan kerajaan adidaya Majapahit. Lokasi Situs Biting ini merupakan daratan yang dikelilingi oleh aliran sungai-sungai. Sepanjang aliran sungai-sungai itu terdapat beberapa bangunan berupa benteng yang dibuat dari batu bata di zaman kerajaan Lamajang Tigang Juru.
Sejarah dari kerajaan Lamajang Tigang Juru adalah ketika penobatan Sri Kertarajasa Jayawardhana atau nama lengkapnya yakni Nararya Sanggramawijaya yang sebagai Raja pertama kerajaan Majapahit pada tahun 1295 M. Yang secara de jure bisa dikatakan sebagai tanda atau patokan berdirinya kerajaan Lamajang Tigang Juru, karena sesuai dengan janji sang raja (Nararya Sanggramawijaya) sewaktu dalam perjuangan di Madura wilayah kerajaan akan di bagi menjadi dua bagian wilayah.
Kata Lamajang dalam sebutan kuno pertama kali dipakai dalam Prasasti Mula Malurung yang bertahun 1177 saka atau 1255 M.Prasasti Mula Malurung ini adalah prasasti paling awal dimana nama Lamajang (dalam sebutan kuno) pertama kali dikenal secara resmi oleh khalayak. Disamping itu juga nama Lamajang disebut juga dalam Babad Pararaton maupun Babad Negarakretagama yang dimana Lamajang Tigang Juru merupakan wilayah kekuasaan Arya Wiraraja sebagai penasehat utama Wangsa Rajasa dan pendiri dari kerajaan adidaya Majapahit.
Selain Prasasti ini, nama Lamajang sangat banyak disebutkan dalam kitab-kitab kuno seperti Kitab Negarakretagama maupun Kitab Pararaton. Kedua kitab ini menyebutkan Lamajang sebagai daerah yang sangat penting mulai dari masa kerajan Majapahit awal dan sebagai kedudukan dari Arya Wiraraja yang mendapat bagian tanah Jawa bagian timur dengan nama Lamajang Tigang Juru sampai masa Majapahit yang di pimpin oleh Dyah Hayam Wuruk dan Patih Gajah Mada. Nama Lamajang banyak dijumpai di dalam kidung-kidung yang ditulis untuk menceritakan kebesaran kerajaan Majapahit dengan para tokohnya, seperti Kidung Ranggalawe, Kidung Harsawijaya, dan Kidung Panji Wijayakrama. Sedangkan Babad Tanah Jawi menyebutkan peranan penting Lamajang yang sudah berganti nama Lumajang sekitar pada abad ke-17.
Adapun Prasasti Kudadu yang menyatakan Arya Wirajaja telah memperoleh wilayah bagian timur dengan Lamajang sebagai ibu kota kerajaan pada bulan Bhadrapada pada tahun 1216 Saka atau 1294 Masehi. Nama gelar Arya Wiraraja sendiri berarti Arya adalah seorang pembesar atau bangsawan, sedangkan Wira adalah pemberani, dan Raja adalah pemimpin. Jadi, Arya Wiraraja berarti adalah seorang pembesar dan pemimpin yang sangat berani.
Kerajaan Lamajang Tigang Juru ini merupakan kerajaan yang berada dibawah kekuasaan kerajaan adidaya Majapahit, kerajaan Lamajang Tigang Juru sendiri menguasai beberapa wilayah bawahan lainnya seperti Panarukan, Blambangan, dan Madura dengan ibu kota Lamajang. Sisa-sisa dari peradaban kuno yang bisa kita saksikan hari ini adalah dengan adanya sebuah bangunan berupa benteng dari sebuah kerajaan besar yakni Situs Biting.
Di area Situs Biting, juga terdapat petilasan atau makam Arya Wiraraja dan para senopati-senopatinya dari kerajaan Lamajang Tigang Juru. Banyak orang-orang yang berkunjung atau berziarah ke Situs Biting mulai dari orang Lumajang maupun dari luar Lumajang.
Di Situs Biting ini atau lebih tepatnya di area petilasan atau makam dari Arya Wiraraja terdapat juga makam dari Syekh Abdurrahman Assyaibani, beliau salah satu ulama dari timur tengah yang datang di Lamajang Tigang Juru pada tahun 1250 Masehi dan menjadi penasehat dari Arya Wiraraja.
Situs Biting Lumajang adalah salah satu cagar budaya yang harus dilestarikan untuk generasi-generasi selanjutnya. Berbicara tentang cagar budaya, sangat apik untuk dilestarikan karena cagar udaya memiliki sifat rapuh, mudah rusak dan tidak dapat diperbarui. Oleh karena itu cagar budaya sangat memiliki arti penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, agama, dan kebudayaan.
Situs Biting merupakan cagar budaya yang begitu penting untuk dilestarikan. Karena seiring berjalannya waktu Situs Biting kini mengalami banyak perubahan dan bahkan sampai pada kerusakan dikarenakan kurangnya kesadaran kolektif dari masyarakat maupun wisatawan untuk melestarikan Situs Biting ini, sehingga Situs Biting dari dari zaman ke zaman telah mengalami kerusakan secara fisik.
Maka sudah menjadi tanggung jawab dan keharusan bersama baik dari masyarakat setempat maupun wisatawan dan pihak pemerintahan untuk melestarikan dan menjaga warisan budaya nenek moyang kita, karena itu cukup dianggap penting.
Refrensi:
Zahra Annisa, Pemetaan Sebaran Bawah Permukaan Situs Arkeologi Biting Blok Randu Kabupaten Lumajang Jawa Timur Berdasarkan Survei Geolistrik Resistivitas Konfigurasi Wenner, (Skripsi, Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim, Malang, 2016).
Agus Sunyoto, Atlas Wali Songo: Buku Yang Mengungkap Wali Songo Sebagai Fakta Sejarah, (Bandung: Pustaka IIManN, 2018).
Mansur Hidayat, Arya Wiraraja dan Lamajang tigang Juru menafsir ulang kerajaan majapahit timur, (Pustaka larasan; Bali; 2013).
Slamet Muljana, Tafsir Sejarah: Negara Kretagama (Yogyakarta; LkiS, 2009).
Sukarto K. Atmodjo, Mengungkap Masalah Pembacaan Prasasti Pasrujambe Berkala Arkeologi VII No. 1 (balai arkeologi Yogyakarta; Yogyakarta; 1986).
BPCP Mojokerto, Pelestarian Cagar Budaya, (Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Balai Pelestarian Cagar Budaya Jawa Timur, 2016).
Komentar
Posting Komentar
Tinggalkan pesan komentar positif