Oleh:
Muhammad Alvin Adam
Pura BejiAnanthaboga adalah salah
satu pura dan petirtaan yang terletak di lereng Gunung Raung Banyuwangi, yakni
di Dusun Selorejo, Desa Kaligondo, dan Desa Sumbergondo, Kecamatan Glenmore,
Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur. Pura BejiAnanthaboga ini dibangun menyatu
dengan alam dan lingkungan sekitar yang dimana pura ini terletak ditengah hutan
pinus dan bebatuan yang membentuk sebuah gumuk batu.
Pura BejiAnanthaboga ini juga
merupakan peninggalan dari Resi Markandeya yang terbentang dari Candi
Gumuk Payung Hingga Candi Gumuk Kancil. Keunikan dari Pura Beji Ananthaboga ini
adalah adalah bergabungnya Padmasana dengan Lembu Nandini
(Padmasana Nandini) sebagai simbol dari Purusa dan Pradana yang
menjadi satu yang tidak terpisahkan. Pura BejiAnanthaboga ini dinamai dengan Tirta
Amerta dan Tirta Gedongan.
Istilah dari Ananthaboga sendiri
yakni merupakan nama dari salah satu Sang Hyang Naga Tiga, yaitu Sang
Hyang Naga Ananthaboga yang melambangkan bumi, atau simbol dari bumi,
bersama dengan Sang Hyang Naga Basuki yang menjadi lambang atau simbol
dari air, dan Sang Hyang Naga Taksaka yang menjadi simbol udara.
Di Pura BejiAnanthaboga namanya juga
bermacam-macam seperti, Ontobogo,Ananthaboga, danAnthaboga. kalau
yang asli itu anamanyaOntobogo, semua sama, kalauAnthaboga itu
termasuk dalam bahasa Indonesia, Ananthabogajuga termasuk ke dalam
bahasa Indonesia bedanya hanya dipanjangkan, dan itu sama saja. Kalau arti dari
Ontobogo sendiri yakni Onto diartikan sebagai sumber atau mata
air, atau bahasanya tirta kalau di agama Hindu, sedangkan untuk Bogo
artinya yakni makanan. Jadi, Pura BejiAnanthaboga ini adalah sumber-sumber
kehidupan dan sumber kemakmuran.
Sebelum Pura BejiAnantaboga ini
dibangun, tempat ini atau petirtaan ini ditemukan oleh Pemangku agama Hindu
pada tahun 1991. Dan pura ini dibangun sekaligus diresmikan pada tahun 2011.
Sebelum adanya bangunan-bangunan tempat ini hanya hutan pinus dan ladang bagi
masyarakat sekitar. Yang mempunyai luas sekitar 3-4 hektare.
Pura BejiAnanthaboga memiliki banyak
bangunan-bangunan tempat peribadatan semua agama bahkan kepercayaan-kepercayaan
lokal seperti, bangunan peribadatan agama Hindu yakni Padamasana Nandini dan
Pelinggih Siwa Budhha, Padmasana nandini terletak diarea Pura BejiAnanthaboga
yang paling tinggi diarea sebuah gumuk batu. Padmasana Nandini terdiri dari
sebuah Padmasana berukuran besar dengan arca Lembu Nandini di bagian kakinya.
Dan di tempat Pura BejiAnanthaboga juga terdapat salah satu pohon beringin tua
yang menaungi Pelinggih Siwa Buddha. Pelinggih Siwa Buddha ini tepat dibawah
pohon beringin tua besar yang usinya ratusan tahun. Setelah itu juga terdapat
Petirtaan dan Pelinggih Dewi Gangga, tirta dibawah gumuk Padmasana Nandini
dibangun menjadi Pelinggih Dewi Gangga. Petirtaan Dewi Gangga juga sering
digunakan sebagai tempat upacara Mendak Tirta dan ruwatan oleh umat
Hindu serta digunakan sebagai upacara keagamaan bagi orang-orang Kejawen.
Adapun juga terdapat Gumuk Badewang Nala, Gumuk Ganesha, dan Campuhan Tiga.
Gumuk Bedawang nala adalah sebuah gumuk batu dengan tumpukan menyerupai
kura-kura raksasa. Agama Hindu menyakini itu adalah tempat
RsiMarkandeyabersemedi. di bawah Gumuk Bedawang Nala, terdapat tirta atau mata
air yang bergabung dengan mata air atau tirta yang lain, yaitu mata air yang
keluar dari pohon beringin tua dan mata air di depan Gumuk ganesha. Aliran
tersebut disebut dengan Campuhan Tiga. Akan tetapi lokasi Gumuk Ganesha
dipindahkan di depan Petirtaan lain yang digunakan sebagai tempat pembersihan
sebelum digunakan beribadah oleh agama Hindu. Gumuk Lingga Yoni, dibangun
diatas gumuk batu, Pelinggih Lingga Yoni ini juga sering digunakan orang
Kejawen untuk ritual keagamaan pada hari-hari tertentu, seperti malam satu
suro. Selain itu Pura BejiAnanthaboga juga memiliki Pelinggihan yang lain,
seperti untuk Dewa Wisnu atau dewa sang merawat, Dewa Brahma, dan Ibu Pertiwi.
Selain
peribadan untuk umat Hindu di Pura Ananthaboga juga terdapat peribadatan
beberapa agama seperti Peribadatan agama Budhha dan Konghucu. Peribadatan umat
Budha dan Konghucu ini berupa seperti altar bagi Dewi Kwan Im yang menjadi
salah satu tempat petirtaan Pura BejiAnanthaboga, dan juga terdapat patung
Budha.
Di
Pura BejiAnanthaboga juga terdapat bangunan Islam sebuah musholla kecil
dibangun didekat pintu masuk Pura BejiAnanthaboga, dibawahpetirtaan Dewi Gangga
dan Dewi KwamIm. Dan yang terakhir yakni tempat peribadatan dari agama Katolik
dan Kristen yang terletak di timur Padmasana Nandini, berupa bukit Maria Medali
Wasiat, bukit Yesus, dan bukit Maria yang memangku Yesus setelah disalib.
Pura
BejiAnanthaboga ini bisa dikatakan yakni terdapat semua agama yang berdiri
tempat peribadatan seperti Islam, Hindu, Konghucu, Budha, Kristen, dan Katolik
yang dikonsep menyatu dengan alam dan lingkungan sekitar. Tirta-tirta Trimurti di
Pura BejiAnantabogaini ada namanya sendiri-sendiri. Seperti tirta BedawangNale,
Dewi Uma atau istrinya Dewa Siwa, Bunda Ratu Pantai Selatan dan lain-lain.
Kenapa bisa disebut Tirta Trimurti,
karena ada tiga aliran itu tadi, yang disebut dengan trimurti. Memang pada
mulanya yang mengawali adalah agama Hindu akan tetapi lambat laun salah satu
Pemangku Pura BejiAnanthaboga mempunyai inisiatif dan terdapat latarbelakang
kenapa dibangun semua tempat peribadatan dilokasi Pura BejiAnanthaboga. Artinya
dari Trimurti itu adalah tiga penjuru.
Peninggalan-peninggalan atau
benda-benda di area Pura BejiAnanthaboga semua replika belaka selain
peninggalan dari Resi Markandeya itu. Di Pura BejiAnanthaboga ini awal mulanya
adalah dari tirta atau sumber kehidupan, sebelum dikenal sekarang dengan
sebutan Pura BejiAnanthaboga.
Pura BejiAnanthaboga ini juga ada
kaitannya dengan Candi Gumuk Kancil dan Candi Gumuk Payung, semua itu ada
kaitannya dengan peninggalan dari Resi Markandeya. Resi Markandeya adalah nama
dari salah satu resi kuno menurut agama Hindu, ia terlaihir dalam klan Resi
Bregu. Resi Markandeya merupakan putra Merkandu dan Marudmati. Ia diagungkan
sebagai pemuja Dewa Siwa dan Dewa Wisnu.
Sebelum
Resi markandeya ke Bali, terus melakukan perjalanan ke lang-lang buana
nusantara, sampai ke gunung-gunung, seperti semeru, bromo sampai ke Gunung Raung
Banyuwangi, di sekitar area ini juga terdapat situs peninggalan dari Resi
markanya yang namanya Candi Gumuk Payung. Petilasan dari Resi Markandeya.
Sebelum ketemunya disini di Candi Gumuk Payung dulu. Dan terus melanjutkan ke
Alas Purwo mau menyeberangnya Resi markandya sampai ke bali.Ketika di area basuki
atau jawa timur yang sekarang, Resi Markandeya pulang kembali ke wilayah Gunung
raung, lebih tepatnya di Pura BejiAnanthaboga,kemudian Resi Markandeya
mendapatkan petunjuk bahwa “kalau kamu meneruskan diwilayah timur atau di
daerah besuki, carilah Panca Datu”.
Maha
Resi Markandeya menanam Panca Datu di Pura Besakih Bali pertama kali setelah
memulai perjalanannya dari Odisha. Panca Datu ini adalah simbol dari menguatkan
persaudaraan dan sujud bhakti kepada leluhur.
Panca
Datu sendiri artinya lima unsur alam yang meliputi perak, tembaga, emas, besi,
dan kuningan yang mewakili Panca Dewata dalam ajaran agama Hindu. Panca Datu
ini kalau digunakan orang suci itu termasuk golongan perak, emas, tembaga,
besi, dan kuningan. Sedangkan bagi golongan orang Jawa, panca datu ini
diartikan sebagai “Cok Bakal” atau diartikan sebagai sumber kehidupan
(tirta Trimurti). Maka dari itu sampai sekarang panca datu sama orang jawa itu disebut
sumber kehidupan, dan kalau baginya orang suci atau orang spiritual ini
bagaikan seperti tembaga, besi, logam, emas, perak. Sampai sejarang Panca Datu
menjadi bagian untuk mengisi pedagingan bahan-bahan bangunan suci agama Hindu.
Orang-orang
juga ketika sembahyang di Pura BejiAnanthaboga juga sembari mengambil air atau
tirta trimurti, ada tiga sumber, filosofisnya seperti di dewi gangga itu
digunakan untuk penyucian, di patung naga itu juga ada, di belakangnya patung
ganesha itu juga ada namanya panco warno punyanya dewi Uma atau dewi peleburan,
kemudian ada dari BedawangNale digunakan untuk permohonan. Kalau sumbernya
aslinya banyak, tapi yang berfungsi cuma ada tiga.
Jadi,
kalau orang jawa itu dapat telu-telune tunggal, yang artinya kekuatan saya
kekuatan kamu. Jadi kekuatan manusia itu ada dari tiga-tiganya itu. Disini itu
bisa dikatakan terdapat 3 hubungan interaksi, yakni manusia dengan Tuhan,
manusia, dengan alam, dan manusia dengan manusia. Kalau orang Hindu itu
kuncinya itu Trimurti, kalau orang jawa kuncinya telu-telunetelu manunggal,
tiga itu artinya lahir, hidup, dan mati.
Disini
juga banyak pengjunjung yang beribadah terutama bagi orang Hindu Bali, seperti
sedang melakukan upacara-upacara keagamaan seperti Pager Wesi, Tumpak Landep
dan lain-lainnya. Bahkan setiap harinya ada yang berkungkungke Pura
BejiAnanthaboga.
Pura BejiAnanthaboga ini memang
dipercaya sebagai petilasan dari Resi Markandeya yang sedang melakukan
perjalanan mengelilingi nusantara, dan juga sebagai penyebar agama Hindu. Pura
PuraBejiAnanthaboga ini memang bukan tempat biasa, tempat ini memang sakral.
Memang dahulunya adalah hutanyangdianugrahidenganTirta Amerta yang melimpah,
sedari dulu Pura BejiAnanthaboga dijadikan tempat sembahyang semua agama.
Pura Ananthaboga ini tidak pernah
sepi dengan pengunjung, banyak yang datang mempunyai niat yang beragam. Ada
yang beribadah atau hanya sekadar menenangkan diri sembari menikmati sejuknya
hutan dan mendengar aliran tirta amerta yang tidak berhenti gemercik.
Untuk berkunjung ke Pura
BejiAnanthaboga tidak ada tarif atau harga tiket masuk, akan tetapi cuma
disediakan kotak amal, dan itu Cuma seikhlasnya saja, dengan alasan untuk biaya
pemeliharaan dan perawatan tempat peribadatan. Ketika pengunjung datang ke Pura
BejiAnanthaboga bisa merasakan pengalaman langsung melihat keunikan dan
keindahan yang telah disuguhkan, seperti bisa melihat dan melihat toleransi
keagamaan. Jadi, Pura BejiAnanthaboga ini salah satu tempat yang menarik untuk
dikunjungi, “dimana ada kedamaian disitu ada keindahan”, dan itu terjadi di
Pura BejiAnanthaboga.
Komentar
Posting Komentar
Tinggalkan pesan komentar positif